Chosen Flower Girl

 

 Saat bunga terakhir layu, kehidupanmu terkikis perlahan-lahan, kemudian menghilang.


...

"Kau berteman dengannya?"

"Memangnya ada apa dengannya?"Aku balik bertanya pada gadis bernama Hellen tersebut.

"Dia gadis yang terpilih, kau pasti tahu rumornya!"ucap Hellen tegas.

"Lalu kenapa?"Aku kembali bertanya.

"Gadis terpilih tidak akan pernah memiliki seorang pun di sampingnya."jawab Hellen.

"Aku yang akan menjadi pertama berada di sampingnya"ucapku beranjak meninggalkan Hellen.

"Kona, Kau gila?!"Hellen berteriak dengan pertanyaannya.

"Ya, orang-orang sering berkata "Aku gila karenanya", jadi berhenti melarangku mendekatinya!"balasku.

"Kona!!"

Aku tetap berjalan lurus memandang ke depan, Aku tidak menghiraukan Hellen yang berkata kesal padaku.

"Marine, apa Kau menunggu lama?"tanyaku.

"Aku tidak menunggumu!!"

Kalimat pedas yang selalu keluar dari mulutnya, seolah memberi kode untuk aku menjauhinya.

"Baiklah, aku mengambil bukunya dahulu, jangan kemana-mana!"ucapku berlari pelan ke arah rak buku yang kubutuhkan.

"Marine, apa ini bukunya?"tanyaku menenteng sebuah buku ke arah Marine.

"Mana kutahu!"jawab Marine tanpa melihat ke arah Kona.

"Ini benar kan?"tanyaku lagi memastikan.

"Kubilang tidak tahu!"jawab Marine.

Aku membawa bukunya ke arah Marine, membuka apa yang akan ku kerjakan di sana.

"Marine, apakah sudah selesai?"tanyaku dengan menenggelamkan wajah kelipatan tanganku.

"Pergi saja jika Kau hanya menggangguku!"jawab Marine.

"Aku bercanda, baiklah Aku akan menunggumu,"balasku.

"Aku tidur dulu."

Aku memandang wajah Marine yang sedang serius mengerjakan tugasnya, walaupun begitu aku sudah menyelesaikan milikku.

"Berhentilah menatapku seperti itu!"suara Marine yang terdengar kesal membuatku terkekeh pelan.

"Jika aku tidur, Kau akan meninggalkanku di sini!"ucapku.

"Kalau begitu jangan mengikutiku!"balas Marine.

Aku terkekeh pelan melihat wajah kesalnya yang tampak memerah di mataku.

"Apa sudah selesai?"tanyaku lagi.

Marine berdiri tanpa menghiraukan diriku, Aku menyukainya walaupun ia terus bersikap seolah tidak menyukai kehadiranku.

"Marine, Marine tunggu Aku!"

Aku berjalan dengan sedikit berlari mengejarnya, tidak ada perubahan walaupun Aku sudah 2 tahun mengejarnya.

Jika kalian penasaran dengan apa itu gadis terpilih, siapa dia, mengapa tidak ada yang ingin mendekatinya maupun bertatap muka dengannya.

Seseorang pernah berkata "Bunga akan layu, lalu darah menuntunnya untuk bebas dari raga", setiap sekolah akan mengadakan sebuah upacara pemilihan Bunga terpilih. Murid yang terpilih akan mengalami muntah darah setiap tahunnya, hingga dia keluar dari sekolah tersebut.

Tahun ini, Marine lah yang menjadi Bunga. Semua akan menjauhinya, seolah dia penanggung dosa yang sangat kotor. Bukan tidak mempercayai Tuhan, namun Upacara tersebut telah di lakukan sejak Sekolah di bangun.

"Apa Kau pulang sendiri?"

Aku menanyakannya agar dia tidak di sakiti lagi, sering kali beberapa murid akan menghadang Marine di jalan sepi.

"Ya"jawab Marine.

"Aku temani!"balasku tersenyum padanya.

"Tidak usah"ucap Marine pedas.

Tiba-tiba ponsel milikku berbunyi, aku memandang beberapa kata yang tertera di kotak pesanku.

"Kona, antar Ryo ke rumah sakit setelah Kamu pulang dari sekolah"

Aku membalasnya dengan beberapa kata singkat, pesan dari Ibuku untuk mengantar Adikku tidak bisa di acuhkan.

"Baiklah, Bu"

"Maafkan Aku, Marine. Aku harus mengantar Adikku ke rumah sakit, Aku benar-benar minta maaf!"ucapku panjang lebar kepada Marine.

Sekilas aku melihat ekspresi Marine berbeda dari biasanya, tatapan acuhnya sedikit berkerut.

"Aku tidak peduli"balas Marine.

"Baiklah, sampai jumpa!"ucapku seraya berjalan menjauh darinya.

Entah kenapa Aku merasa tidak enak, Aku sekarang mencemaskan Marine yang ku tinggal sendiri.

"Ryo, sudah selesai?"tanyaku.

Adik laki-lakiku memiliki penyakit bawaan dari lahir, dia harus cek up rutin ke rumah sakit.

"Sudah"jawab Ryo.

"Ryo, Kamu tahu dengan Marine?"tanyaku.

"Kak Marine, yang tidak menyukai Kakak?"tanya Ryo padaku.

Ya itulah kenyataannya, Marine memang terlihat tidak menyukaiku.

"Pak Dein sudah menunggumu, Aku khawatir pada Marine sekarang,"

"Apa Kau bisa-"

"Ya Aku bisa pulang, tolong jaga Kak Marine"potong Ryo.

Aku tersenyum padanya, setelah mengusap lembut kepalanya Aku mengantarnya hingga ke Mobil.

"Terima kasih, Pak"

"Hati-hati di jalan,Ryo jika terjadi sesuatu hubungi Aku"ucapku.

"Baik"balas Ryo.

Aku berlari pelan di jalanan yang sedikit basah karena gerimis, kebetulan Rumah sakit dekat dengan jalan pulang Marine.

Ku tatap gang-gang kecil sepi di sekitar jalan, hatiku terasa sangat gelisah melihat jalan kecil itu.

Ku hentikan langkahku, lalu kembali melangkah pelan dengan mengambil jaketku.

"Marine"

Aku bergumam pelan, memeluk tubuhnya yang bergetar pelan dan terlihat sangat kotor.

"A-aku baik-baik sa-"

"Berhentilah berkata jika Kau baik-baik saja!"ucapku memeluk tubuh Marine erat.

"Siapa yang melakukannya?"tanyaku.

"Aku baik-baik saja"ucap Marine.

"Hellen?"

"Pasti Hellen lagi?!"

"Kona, bajuku robek"ucap Marine.

"Kau bisa memakai jaket ini"ucapku memberikan jaketnya.

Marine memakainya, walau berapa kali pun aku menanyakannya, ia tetap tidak akan menjawab.

"Aku akan mengembalikannya besok"ucap Marine.

"Ayo ke rumah sakit!"ucapku.

"Tidak perlu, aku pulang"balas Marine.

"Tapi ini sudah keterlaluan!"ucapku kesal.

Aku mengusap pipinya yang kotor, terlihat beberapa lebam di wajahnya dan di bagain lainnya.

"Mulai besok, jangan dekati Aku lagi!"ucap Marine.

Aku tersentak, Aku tahu jika Aku mendekatinya maka Marine akan tersiksa oleh mereka yang tidak menyukainya.

"Apa maksudmu?"

"Karena dirimu Aku harus menanggung ini!"ucap Marine.

"Maafkan Aku"

Ya Aku mengetahui hal itu, diriku yang menyebabkan Marine terus tersiksa. Aku merasa tidak berguna, padahal Aku sudah berjanji untuk menanggung semuanya.

"Kau terus meminta maaf padaku, padahal kau bisa menjauhiku!"balas Marine.

"Aku, Aku menyukaimu!"

"Buang perasaanmu itu, Sekolah neraka itu, andai Aku tidak memilihnya!"balas Marine.

Dengan cepat Marine berlari, Aku ingin mengejarnya, namun ku urungkan niatku tersebut.

"Marine butuh waktu sendiri"gumamku.

"Buang perasaanmu itu..."

"Buang perasaanmu itu..."

"Buang perasaanmu itu..."

Kalimat yang terus berputar di kepalaku, seolah Marine sudah memutuskan untuk menjaga jarak denganku. Hal itu semakin membuatku gelisah, Apakah Marine akan semakin membenciku.

"Ku harap dia masih mau bertemu denganku"ucapku pelan.

Aku berjalan pelan untuk pulang, ku tatap kedua telapak tanganku yang sudah lalai menjaganya.

"Siapa yang terpilih?"

"Siapa?"

"Dia?"

"Siapa namanya?"

Semua orang menjauhinya, Aku menatap wajah cantiknya yang terlihat tertutup.

"Siapa namanya?"ku tanya pria di sampingku.

"Marine Aneta"

Sekarang Aku mengetahui namanya, Marine sangat menarik di mataku. Aku tertarik akan dirinya yang terlihat tertutup, kudekati dia perlahan-lahan. 

Walaupun itu mengancam diriku sendiri, dari teman yang akan menjauh dariku, hingga paksaan-paksaan untuk menjauhi Marine.

"Marine, apa Kau mau pulang bersamaku?"

Pertama kali aku mengajaknya untuk pulang bersama, Marine tidak menggubris namun Aku tetap mengikuti kemanapun ia pergi.

"Apa Kak Marine baik-baik saja?"Ryo bertanya ketika Aku sampai di rumah.

"Tidak, kegelisahanku benar-benar terjadi"jawabku.

"Lalu bagaimana keadaannya?"tanya Ryo.

"Aku tidak tahu, dia pergi begitu saja"jawabku acuh.

"Ada apa denganmu, Kak?"tanya Ryo heran.

"Tidak ada, Aku ke kamar dulu,"

"Jangan lupa minum obatmu, jangan terlalu banyak bermain, Kau harus menjaga kesehatanmu."ucapku mengacak pelan rambut Ryo.

"Iya"balas Ryo.

Aku melangkah masuk ke kamar, merebahkan tubuhku pada kasur, memikirkan apa yang sebelumnya telah terjadi.

"Besok pasti Marine mau bicara denganku"ucapku menenangkan diri sendiri.

"Ada yang harus Ku pastikan besok, jangan harap Kau bisa tenang"

Tanpa kusadari Aku tertidur, tak terasa suara Ibu yang membangunkan ku menyambut malam gelap.

"Kona, makan malam!"

"Iya, Bu"

Aku membersihkan diriku sebelum ke ruang makan, kulihat Ibu dan Ryo sudah ada di sana menungguku.

"Kona, Kamu menyuruh Ryo pulang dengan Pak Dein lagi?"tanya Ibu sambil menyerahkan sepiring nasi.

"Maaf, Aku ada urusan mendadak yang sangat penting"jawabku.

"Tidak apa, Bu"balas Ryo.

"Lalu, apa urusanmu yang sangat penting itu?"tanya Ibu.

"Seperti biasa, Kak Marine"jawab Ryo.

"Wohoho, benarkah Kona?"tanya Ibu.

"Begitulah, dia sedang marah denganku"jawabku dengan terkekeh pelan.

"Eh Bu, bukankah Ibu malam ini harus ke tempat Bibi?"tanya Ryo.

"Ah benar, Ibu hampir lupa"balas Ibu.

Sepertinya Ryo paham dengan keterpaksaanku, dia selalu menyelamatkanku di posisi-posisi seperti ini. Aku menatap layar ponselku, semua pesan yang ku kirim kepada Marine masih belum di baca.

"Apakah Kak Marine masih marah?"tanya Ryo.

"Yeah, semua pesanku belum dia baca"jawabku.

"Ryo, jangan terlalu larut!"ucapku beranjak pergi ke kamar.

"Ya"balas Ryo.

Ku pejamkan mataku, tak tahu apa yang harus ku lakukan dan untuk kubicarakan lagi.

"Yo, Kona!"

"Ada apa Ren?"tanyaku.

"Kau mencari Marine?"tanya Ren.

"Ya, apa Kau melihatnya?"balasku bertanya.

"Marine bersama Hellen, Aku menyampaikannya padamu kalau saja terjadi sesuatu dengan kekasihmu itu"jelas Ren.

"Terima kasih Ren, Aku duluan!"ucapku berlari kecil menjauh dari pemuda bernama Ren itu.

"Hellen, seharusnya Aku menyingkirkanmu dulu"gumamku.

"Apa Kau masih berhubungan dengan Kona?"

"Tidak"

"Jika Kau berbohong, Kau pasti tahu apa akibatnya"

"Ya"

"Sini, berikan cincin itu!"

"Aku tidak punya cincin"

"Hei, Kau kira Aku tidak tahu jika Kona memberimu cincin?!"

"Cepat, berikan padaku!"

"Seharusnya Aku menyingkirkanmu dahulu, Hellen"Aku membisikkannya tepat di samping telinga Hellen.

"Cih"

Ku ambil kembali cincin yang melingkar di jari manis Hellen, sangat terlihat cincinnya terlalu kecil untuk jari itu. Ku kembalikan cincinnya pada jari manis milik Marine, ku pikir itu terlihat romantis.

"Aku sudah muak denganmu, Hellen"perkataanku tersebut membuat Hellen kaget.

"Kona!"

"Kau yang membuat Marine menjadi Gadis terpilih, seharusnya itu dirimu kan?"tanyaku dengan ekspresi mengejek.

"T-tidak mungkin, Gadis terpilih adalah Marine!"balas Hellen dengan wajah marahnya.

"Kau membual? Kertas merahnya ada padamu dan kertas biru ada pada Marine, namun kau malah membuat kertas merah menjadi dua."

"Tidak, bohong!"

"Seharusnya gadis terpilih adalah gadis yang baik hati, tapi sepertinya Tuhan tidak menginginkan Kau di kertas biru, sayang sekali"

"BOHONG!!"

Teriakan Hellen membuat beberapa murid menonton kejadian itu, mereka mulai bergosip dari mulut ke mulut.

"Kona"

Ku tatap Marine, wajahnya terlihat biasa saja. Marine memegang tanganku, ya Aku sudah memberitahu tentang Kertas miliknya yang berwarna biru.

"Kau terlalu lama bersandiwara, Marine"ucapku.

"Aku tidak peduli"balas Marine acuh.

"Jadi, apa yang harus Ku lakukan padanya?"tanyaku menatap Hellen.

"Peduliku, biarkan saja"balas Marine berlalu pergi meninggalkanku.

"Marine, tunggu Aku!"

"Bodoh, jangan berteriak"balas Marine.

Hellen mulai di datangi banyak murid, berbagai macam topik pun mulai tersebar di sekolah itu. Dari Marine yang bukan Gadis terpilih, hingga Hellen Cira siswi yang memalsukan kertasnya dan membuat Marine selalu dikucilkan.




Posting Komentar

Login